Choose the categories.!

Thursday 28 February 2013

Studi Kasus Hubungan antara Paten dan Pengetahuan Tradisional

Pembatalan Paten Produk Kosmetika Asal Jepang Berbahan Rempah Indonesia”

Fakta Hukum
            Sejak tahun 1995, Shiseido Corporation dari Jepang, sebuah perusahaan kosmetik multinasional di bidang perawatan kulit telah melakukan pembajakan hayati dengan mengajukan 51 permohonan paten tanaman obat dan rempah asli Indonesia.  Secara diam diam, perusahaan ini telah mendapatkan paten bagi tanaman obat dan rempah yang telah digunakan dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia secara turun temurun. Padahal ramuan itu sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai ramuan tradisional untuk kecantikan.
Perusahaan kosmetik Jepang ini telah memiliki 9 paten. Secara rinci bahan tanaman yang telah mendapatkan paten adalah sebagai berikut: paten perawatan kepala bernomor registrasi JP 10316541 dengan subjek paten meliputi kayu rapet (Parameria laerigata), kemukus (Piper cubeba), tempuyung (Sonobus arvensis L), belantas (Pluchea indica L), mesoyi (Massoia aromatica Becc), pule (Alstonia scholaris), pulowaras (Alycia reindwartii Bl), sintok (Cinamomum sintoc BL). Selain itu, nama tanaman lain yang termasuk dalam subjek paten adalah kayu legi, kelabet, lempuyang, remujung, dan brotowali. Semua tanaman itu terbagi dalam 3 paten, yang kesemuanya merupakan bahan antipenuaan. Sementara untuk perawatan kulit, didaftarkan nama tanaman wolo (Borassus flabellifer), regulo (Abelmoschus moschatus), dan bunga cangkok (Schima wallichii), sedangkan ekstrak cabai jawa dari  Piperaceae didaftarkan untuk paten tonik rambut.
Perusahaan Shiseido selain mendaftarkan tanaman asli di lembaga paten Jepang juga mendaftarkannya pada lembaga paten Eropa untuk Negara Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia.

Permasalahan Hukum
            Perusahaan Shiseido mempergunakan rempah-rempah untuk kepentingan produksi alat-alat kecantikan, dan untuk itu mereka mempatenkan tanaman Indonesia tersebut di Jepang, padahal ramuan itu telah lama dipergunakan oleh masyarakat Indonesia. Tindakan Perusahaan kosmetik Jepang ini memicu penolakan oleh rakyat Indonesia, sehingga akhirnya salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia menggugat Perusahaan Shiseido di Lembaga Peradilan Jepang.
            Paten ini mendapatkan tekanan dari Pesticide Action Network (PAN) dan organisasi masyarakat sipil lainnya yang terkait. Shiseido dibombardir dengan pesan kampanye bio-piracy yang mengancam citra perusahaan.

Putusan
Pada pertengahan tahun 2002, di bawah tekanan protes publik Perusahaan Shiseido akhirnya membatalkan permohonan paten atas tanaman rempah Indonesia sebelum kasusnya diajukan ke pengadilan, kecuali paten atas ramuan yang menggunakan bahan baku lempuyang untuk pemutih kulit, karena yang dipatenkan adalah proses pembuatannya (paten proses).

Dasar Pertimbangan Putusan
Indonesia
            Ramuan itu sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai ramuan tradisional untuk kecantikan. Tanaman tersebut telah menjadi bahan baku obat dan kosmetika tradisional di Indonesia.
Jepang
            Langkah Shiseido menarik kembali permohonan patennya dari kantor paten Jepang itu terjadi setelah setahun lebih, beberapa lembaga swadaya masyarakat menentang upaya pematenan atas ramuan tradisional yang telah lama digunakan masyarakat Indonesia itu.

Analisis
          Pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang dikembangkan oleh masyarakat pribumi atau karya intelektual berdasarkan tradisi. Pengetahuan ini mencakup metode budi daya dan pengolahan tanaman, pengobatan, kesenian, serta resep makanan-minuman. Di samping itu, suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai pengetahuan tradisional manakala pengetahuan tersebut:
1.      Diajarkan dan dilaksanakan dari generasi ke generasi;
2.      Merupakan pengetahuan yang meliputi pengetahuan tentang lingkungan dan hubungannya dengan segala sesuatu;
3.      Bersifat holistik, sehingga tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang membangunnya;
4.      Merupakan jalan hidup (way of life), yang digunakan secara bersama-sama oleh komunitas masyarakat, dan karenanya di sana terdapat nilai-nilai masyarakat.
Perlindungan terhadap pengetahuan tradisional penting karena merupakan sumber pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan manusia yang dapat dikomersialkan. Sampai saat ini banyak pengetahuan tradisional yang telah dipakai oleh banyak peneliti sebagai titik awal penelitian mereka untuk mendapatkan paten.
            Walaupun pengetahuan tradisional telah disinggung dalam beberapa kesepakatan internasional, tetapi belum secara tegas dilindungi oleh forum internasional yang secara khusus mengatur HKI. Demikian juga dengan peraturan HKI di Indonesia, belum secara tegas mengatur perlindungan pengetahuan tradisional. Oleh sebab itu, perlu ada perbaikan perlindungan dalam peraturan HKI di Indonesia, khususnya UU Paten 2001. Ada 2 hal yang dapat dilakukan untuk melindungi pengetahuan tradisional yaitu: pertama, untuk jangka pendek mestinya pengetahuan tradisional sekarang ini dilindungi dengan sistem inventarisasi/dokumentasi pengetahuan tradisional yang tidak saja sekedar memberikan fungsi informatif tetapi dapat juga digunakan sebagai fungsi pembuktian hukum. Kedua, untuk jangka menengah dan panjang, sudah sepantasnya pemerintah segera mengeluarkan ketentuan undang-undang yang secara khusus melindungi pengetahuan tradisional. Kiranya, dua cara ini merupakan metode yang tepat dalam mengatasi permasalahan pengetahuan tradisional yang ada di Indonesia.
          Dapat diketahui bahwa pengetahuan tradisional juga ada yang bekaitan dalam perlindungan hak paten. Maksud dari kaitannya dengan pengetahuan tradisional dan paten, yaitu dari pengetahuan tradisional sering kali menjadi dasar dari pengembangan suatu penemuan baru setelah itu dipatenkan. Arti dari pernyataan di atas adalah penemuan tersebut bemula dari pengetahuan tradisonal yang diperbaharui sehingga dapat dilindungi oleh paten. Namun dengan adanya keterkaitannya pengetahuan tradisional dengan hak paten manjadikan berbagai perdebatan dikarenakan pengetahuan tradisional sudah menjadi hal yang umum di masyarakat sehingga sebenarnya penetapan perlindungan paten tidak tepat dengan hubungannya dengan jaminan perlindungan pada pengetahuan tradisional.
            Kasus Shiseido merupakan salah satu contoh biopiracyatas sumber daya genetika Indonesia. Dalam kasus tersebut, perusahaan Shiseido milik Jepang mendapatkan paten bagi tanaman obat dan rempah yang telah digunakan dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia secara turun temurun. Padahal ramuan itu sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai ramuan tradisional untuk kecantikan, dengan kata lain hal ini merupakan pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia sehingga perusahaan Shiseido tidak berhak mendapatkan paten tersebut.
            Langkah rakyat Indonesia yang menentang upaya pematenan atas ramuan tradisional dengan menggugat Perusahaan Shiseido di Lembaga Peradilan Jepang, merupakan tindakan yang tepat. Sudah seharusnya bangsa Indonesia melindungi pengetahuan tradisionalnya sendiri. Tidak bisa dibayangkan jika pada saat itu rakyat Indonesia tidak melakukan tindakan tersebut, maka mungkin sekarang bangsa Indonesia harus meminta izin terlebih dahulu kepada Jepang jika ingin menggunakan ramuan tradisional tersebut padahal tanaman tersebut adalah tanaman asli dari Indonesia
            Untuk itu, demi mencegah ‘pencurian’ paten atas sumber daya hayati Indonesia, setiap peneliti asing yang meneliti dan mengembangkan tanaman di Tanah Air harus mendapatkan izin dari pemerintah. Sementara itu, masyarakat yang berhasil mengolah atau memproduksi hasil kekayaan Tanah Air diharapkan mau mengambil langkah mematenkan temuannya.  

Studi Kasus

“Pelanggaran Hak Paten oleh RIM”

Fakta Hukum
            Kasus ini sendiri bermula pada tahun 2008 ketika RIM terbelit kasus paten dengan firma software Mformation. Mformation Technology adalah perusahaan yang membantu perusahaan lain mengelola inventori smartphone mereka dan juga membantu operator seluler seperti Sprint dan AT & T melakukan perbaikan dan upgrade secara remote pada perangkat. Setelah memutuskan tak mau mengeluarkan uang untuk membeli lisensi, RIM mengaku melakukan modifikasi terhadap software yang dipermasalahkan. Hanya saja ternyata modikasi yang dilakukan dianggap tidak cukup oleh pengadilan. Hingga pada akhirnya, RIM dinyatakan kalah.
            Bukti yang diperlihatkan di pengadilan menunjukkan bahwa paten milik Mformation Technologies (MT) telah dipakai oleh RIM dalam produk-produk BlackBerry milik mereka. Paten yang dimaksud disebut sebagai ‘sebuah sistem manajemen jarak jauh untuk perangkat mobile.’
           
Permasalahan Hukum
Research in Motion (RIM) bersalah telah melanggar hak paten yang dimiliki oleh Mformation Tehcnologies. Paten milik Mformation Technologies (MT) telah dipakai oleh RIM dalam produk-produk BlackBerry milik mereka. Paten yang dimaksud disebut sebagai ‘sebuah sistem manajemen jarak jauh untuk perangkat mobile.’

Putusan
            Pengadilan San Fransisco menyatakan Research in Motion (RIM) bersalah telah melanggar hak paten yang dimiliki oleh Mformation Tehcnologies dan diharuskan membayar ganti rugi kepada perusahaan tersebut sebesar 147.2 juta USD. Denda yang harus dibayar RIM dihitung dari royalti $8 untuk setiap BlackBerry yang menggunakan paten yang disengketakan. Besarnya angka tersebut telah ditetapkan oleh para juri di pengadilan federal San Franciso pada Jumat lalu (13 Juli). Dan sejauh ini ganti rugi yang harus dibayar RIM itu hanya berlaku untuk penjualan BlackBerry di dalam negera Amerika.
            Mformation menyatakan, putusan yang ditetapkan pengadilan mencakup penjualan perangkat BlackBerry dengan koneksi BES yang dijual mulai Oktober 2008 saat gugatan diajukan. Putusan tidak mencakup royalti di masa mendatang, penjualan pada pemerintah AS maupun penjualan di seluruh dunia.
            RIM dalam suatu pernyataan menyatakan keberatan dengan keputusan pengadilan dan sedang mempertimbangkan seluruh putusan hakim. Selain itu, hakim pengadilan belum memutuskan masalah hukum tertentu yang mungkin mempengaruhi putusan pengadilan. RIM akan menunggu putusan tersebut sebelum memutuskan apakah akan melakukan banding.
            Selanjutnya Research in Motion (RIM) menang banding atas denda pelanggaran paten senilai USD147 juta. Hal ini dinilai bisa memberikan cukup ruang untuk perusahaan pembesut BlackBerry itu bertahan melewati akhir tahun.

Dasar Pertimbangan Putusan
·         Mformation
            Mformation menciptakan kategori manajemen perangkat mobile pada akhir 1990 dan telah membuat inovasi di wilayah ini jauh sebelum pasar memahami pentinganya wireless mobility management. Paten Mformation merupakan bagian inti dari produk inovatif perusahaan dan menjadi metode dasar yang digunakan untuk device management di pasaran saat ini.
·         Research in Motion (RIM)
            RIM telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk mengembangkan teknologi BlackBerry secara mandiri dan menjadi pemimpin dalam industri portofolio hak kekayaan intelektual, sehingga RIM tidak percaya bahwa paten yang dimaksud Mformation adalah sah.
            RIM sejauh ini telah berjuang sekuat tenaga untuk bersaing melawan Google Android dan Apple iOS di wilayah smartphone. Bahkan RIM sebelumnya dikabarkan, harus menunda peluncuran sistem operasi generasi baru BlackBerry 10 hingga awal 2013, serta melakukan PHK terhadap ribuan karyawan mereka. 

Analisis
            Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
            Dalam dunia bisnis sering sekali perusahaan melakukan banyak cara agar memenangkan persaingan termasuk dengan cara pelanggaran hak paten. Banyak alasan perusahaan melakukan pelanggaran hak paten. Penyebabnya bisa jadi karena perusahan telah menghabiskan banyak dana untuk penelitian dan pengembangan, takut kalah dari persaing, dan lain-lain.
            Dalam kasus yang dipaparkan diatas, jelaslah bahwa RIM (Research in Motion) telah melakukan pelanggaran terhadap hak paten yang telah dimiliki oleh Mformotion. Putusan yang diberikan oleh hakim berupa pembayaran ganti rugi kepada perusahaan Mformation sebesar 147.2 juta USD menurut saya bukan merupakan keputusan yang tepat. Mengingat tujuan dari sistem paten itu sendiri adalah untuk mendorong inovasi, tetapi sistem ini masih terlalu sering dimanfaatkan dalam mengejar tujuan-tujuan lain. Celah tersebutlah yang dijadikan lahan oleh para oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan dari kasus pelanggaran paten. Sudah seharusnya dibutuhkan kebijakan dari hakim dalam menangani masalah-masalah yang terkait dengan pelanggaran paten ini.
Dari contoh kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pelanggaran hak paten adalah suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain. Sebaiknya jangan hanya karena keuntungan semata kita merugikan orang lain. Berbisnislah dengan cara yang benar dan sesuai etika bisnis.

Saturday 23 February 2013

STUDI KASUS

“Newmont”

FAKTA HUKUM
            Kekayaan emas yang ditambang Newmont Minahasa Raya (NMR) itu berada di Desa Ratatotok dan Desa Buyat yang berjarak sekitar 165 km arah Barat Daya dari Kota Manado. Tahun 1800-an ditemukan emas di Lobongan yang berjarak sekitar 2 km ke arah Timur Laut dari Desa Ratatotok.
            Tahun 1850 mulai banyak orang berdatangan di tempat itu untuk menambang emas dan menjadi warga di situ. Tahun 1887 korporasi Belanda bernama Nederland Mynbouw Maschapai (NMM) mengambil-alih kawasan Lobongan dari masyarakat. Setelah NMM meninggalkan kawasan itu maka masyarakat kembali melakukan penambangan emas secara tradisional. Masyarakat juga memanfaatkan hutan sekitarnya untuk bertani cengkeh, kelapa, buah-buahan, padi dan jagung. Di antara mereka juga sebagai nelayan.
            Selanjutnya pada zaman Orde Baru pemerintah mulai melarang para penambang tradisional beroperasi, berkaitan dengan ditandatanganinya kontrak karya pertambangan emas yang dilakukan pemerintah dengan Newmont tanggal 2 Desember 1986. PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) adalah perusahaan tambang emas penanaman modal asing (PMA) yang merupakan anak perusahaan Newmont Gold Company, Denver, (USA).
            Kontrak Karya Newmont tersebut ditandatangani melalui surat persetujuan Presiden RI No. B-3/Pres/11/1986. Jenis bahan galian yang diijinkan untuk di olah adalah emas dan mineral lain kecuali migas, batubara, uranium, dan nikel, untuk masa pengolahan selama 30 tahun terhitung mulai 2 Desember 1986.
            Kontrak Karya NMR semula dengan wilayah seluas 527.448 hektar di desa Ratotok, kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara meski selanjutnya mengalami penyusutan. Setelah dilakukan eksplorasi Newmont menemukan deposit emas pada tahun 1988. Dari luas wilayah Kontrak Karya tersebut - dalam sengketa pajak antara Pemerintah (Dirjen Pajak) dengan NMR - terungkap pengakuan pihak Newmont yang menerangkan bahwa luas wilayah Kontrak Karya yaitu 402.748 hektar dan 124.700 hektar yang merupakan luas wilayah cagar alam (Putusan Pengadilan Pajak No. Put.04584/BPSP/M.III/18/2001).
            Ketika memulai kegiatan eksplorasi tahun 1987-an NMR belum mempunyai studi analisis mengenai dampak lingkungan (ANDAL). Pemerintah baru mengesahkan dokumen ANDAL Newmont pada tanggal 17 Nopember 1994. Setelah banyak pihak yang protes lalu Newmont baru merevisi dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan (RKL dan RPL) pada tahun 1999. Tahap produksi diawali pada Juli 1995 dan pengolahan bijih dimulai Maret 1996.
            Sejak tahun 1987 Newmont telah melakukan eksplorasi dengan merusak tanah dan tanaman warga setempat. Ketika warga korban melawan tindakan sewenang-wenang itu Newmont meminta bantuan Tim Pengendali dan Pengawasan Investasi Daerah dan Badan Koordinasi Pemantapan Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda Sulawesi Utara).
            Dalam melakukan penguasaan tanah warga yang menjadi area Kontrak Karya, Newmont dibantu oleh tentara, polisi dan birokrasi sipil untuk mengambil-alih paksa tanah yang ganti-ruginya masih menjadi sengketa, sejak 1988 sampai dengan 1994.
            Sejak produksi tahun 1996, Newmont melakukan pembuangan limbah tailing sekitar 2000 ton per hari ke dasar laut pada kedalaman 82 meter. Tailing merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga. Menurut PT. NMR, buangan limbah tersebut, terbungkus lapisan termoklin. Sistem ini disebut submarine tailing disposal (STD). Namun berdasarkan catatan departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) izin pembuangan tailing tersebut baru diperoleh Newmont pada tahun 2000 . Di kemudian hari izin tahun 2000 itu disebut izin sementara (tafsir Newmont yang disetujui pengadilan).
            Kasus pencemaran Buyat oleh NMR diawali oleh pengaduan warga Dusun Buyat Pante, Bolaang Mongondow ketika warga mengalami gangguan kesehatan diantaranya penyakit kulit (gatal-gatal), kejang-kejang, benjol-benjol, dan lumpuh selama beberapa bulan. Apalagi diakhir Juli 1996, nelayan mendapati puluhan bangkai ikan mati mengapung dan terdampar di pantai. Kematian misterius ikan-ikan ini berlangsung sampai Oktober 1996. Kasus ini terulang pada bulan juli 1997.
            Tanggal 9 Maret 2005, Kementerian Lingkungan Hidup RI mengerahkan 7 (tujuh) orang Jaksa Pengacara Negara dan 3 (tiga) advokat dari Kantor Widjojanto, Sonhadji & Associates untuk menggugat NMR melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan register perkara nomor 94/Pdt.G/2005/PN.Jak.Sel. Pemerintah menilai NMR telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga mencemari lingkungan hidup. Disamping tindakan pemulihan, pemerintah menggugat NMR ganti kerugian materiil sebesar 117.680.000,- USD dan imateriil sebesar Rp. 150 miliar.
            Pemerintah dalam gugatannya menyatakan NMR telah melakukan pembuangan limbah tailing tanpa izin dari Menteri Lingkungan Hidup sebagaimana disyaratkan pasal 18 ayat (1) PP No. 19 / 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, terhitung sejak Pebruari 2001. Berdasarkan hasil evaluasi laporan pelaksanaan Rencana Kelola Lingkungan/Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) yang dilakukan Menteri Lingkungan Hidup pada triwulan III/2000 dan triwulan I, III dan IV/2001, serta triwulan I/2002 ditemukan fakta pelanggaran oleh NMR terhadap syarat mutu limbah yang dibuang ke media lingkungan hidup berdasarkan Surat Menteri Lingkungan Hidup No. B-1456/BAPEDAL/07/2000. Mengenai detoksifikasi, tailing NMR sebelum dibuang ke laut juga mengandung logam berat (As, Fe, Cu, dan CN) di atas standar yang diizinkan menurut Surat Menteri Lingkungan Hidup No. B-1456/BAPEDAL/07/2000 tersebut.
            Menteri Lingkungan Hidup telah melakukan evaluasi laporan periodik pelaksanaan RKL/RPL NMR triwulan I/1999 sampai dengan triwulan IV/2001 dan menemukan fakta diantaranya: hasil analisis kualitas air tanah pada sumur penduduk menunjukkan parameter kimiawi yang melebihi baku mutu yang telah ditetapkan. Lokasi ‘tercemar’ tersebut disebutkan dengan kode lokasi B.09, SP01, SP02, WB07, SW9, SW10, SW12, SW17, SW19, B, SP.
            Tim penanganan Kasus Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan Hidup di Desa Buyat Pantai dan Desa Ratatotok, Kecamatan Ratatotok Timur, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara yang dibentuk Menteri Lingkungan Hidup yang melibatkan BPPT, Puslabfor Mabes Polri, akademisi dari UI, Unpad, IPB, serta Universitas Sam Ratulangi, setelah melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan kualitas air sumur gali, udara, sedimen, bentos, plankton, phitoplankton dan ikan laut yang melebihi baku mutu lingkungan sehingga berakibat pada kualitas lingkungan serta kesehatan manusia.
            Tim Penanganan Kasus tersebut menemukan kadar Arsen total rata-rata pada ikan sebesar 1,37 mg/kg yang melebihi baku mutu kadar total Arsen yang ditetapkan Dirjen POM sebesar 1 mg/kg. Kandungan merkuri pada ikan yang dikonsumsi penduduk Desa Buyat Pante mengakibatkan asupan merkuri harian sebesar 82,82 % dari Tolerable Daily Intake (TDI) per-60 kg, sedangkan pada anak-anak berbobot badan 15 kg sebesar 80,98 % dari TDI. Tingginya kadar Arsen dan merkuri tersebut jika terus-menerus masuk terakumulasi dalam tubuh manusia tentu akan menimbulkan penyakit bagi manusia.
            Atas dasar itu pemerintah Indonesia kemudian mengajukan gugatan hukum secara perdata maupun pidana terhadap PT. NMR dan presiden direkturnya, Richard Bruce Ness. Mereka dituntut untuk memenuhi kewajiban clean up selama 30 tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Nomor 23 Tahun 1997, juga dituntut membayar ganti rugi materiil US$ 117 juta (sekitar Rp 1,058 triliun) dan ganti rugi imateriil Rp 150 miliar, selain tindak penegakan hukum.

PERMASALAHAN HUKUM
·         Bagaimana munculnya kasus Buyat?
·         Apa yang menjadi kendala terselesaikannya kasus Buyat?
·         Bagaimana putusan pengadilan dalam kasus ini?
·         Mengapa pengadilan kita memilih seperti itu? Apakah putusan pengadilan demikian itu memenuhi standard keadilan ekologis dan sosial?
·         Apakah memang benar bahwa Newmont tidak bersalah dan karenanya tidak layak diberikan hukuman?

PUTUSAN
            Dengan ‘transaksi’ 30 juta USD antara NMR dengan pemerintah tersebut maka gugatan pemerintah kepada NMR berhenti. Kasus publik yang menyangkut kepentingan rakyat berubah menjadi urusan ‘perdata privat’ antara pemerintah dengan NMR.
            Dalam kasus pidananya, hakim Pengadilan Negeri Manado membebaskan terdakwa Richard B Ness dan kawan-kawan dengan pertimbangan yang intinya bahwa asas subsidiaritas harus diterapkan dan hakim menyatakan tidak terbukti bahwa Teluk Buyat tercemar.
            Isi putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 284/Pid.B/2005/PN.Mnd yang membebaskan terdakwa pencemaran Teluk Buyat tersebut menggunakan beberapa hasil riset lembaga-lembaga luar negeri, termasuk WHO, CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization). Hasil penelitian CSIRO ini menegaskan hasil penelitian WHO dan National Institute for Minamata Disease (yang dikeluarkan pada 4 Oktober 2004) dan laporan penelitian Tim Terpadu Pemerintah Indonesia (yang dikeluarkan pada 19 Oktober) menyimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran di perairan Teluk Buyat. (Unofficial Transcript of the Ruling Read Out in Manado Court on 24-April-2007, dari Richardness.org; sesuai dengan Sukanda Husin (2009).
            The New York Times (9/11/2004) membeberkan informasi bersumber dari Mr. Moran seorang ahli di Amerika Serikat, bahwa studi CSIRO yang dibiayai Newmont telah menemukan kandungan konsentrasi merkuri dalam sedimen dekat dua area pembuangan limbah sebesar 446 dan 678 parts per million. Sedangkan survei WHO, menurut Dr. Jan Speets seorang penasihat teknis WHO, merupakan studi yang sangat dangkal dan tidak menggunakan cara yang ilmiah untuk menentukan penyebab penyakit-penyakit di desa Buyat Pante atau apakah teluk Buyat tercemar. Ia berkata bahwa studi yang lebih komprehensif sangat dibutuhkan.
            Hal senada disampaikan oleh Mineral Policy Institute, Australia (31/10/2004) yang menyatakan bahwa temuan-temuan CSIRO sesungguhnya menunjukkan bahwa sedimen di dasar Teluk Buyat telah terkontaminasi oleh limbah tambang (tailing) dengan kandungan arsen yang mencapai 10 sampai 20 kali lipat lebih tinggi dari acuan sedimen dasar laut Australia/Selandia Baru serta acuan ambang batas yang mungkin menimbulkan dampak beracun (Probable toxic Effects Level) yang diterapkan oleh Amerika Serikat dan Kanada.
            Sebelumnya, tahun 1999, Tim Independen terdiri dari peneliti Pemerintah Daerah Sulawesi Utara dan Universitas Sam Ratulangi menyimpulkan adanya pencemaran di sekitar pipa pembuangan limbah tailing Newmont. Penelitian itu dilakukan guna merespon keluhan masyarakat sekitar Teluk Buyat atas masalah kesehatan yang mereka derita.
            Demikianlah perkara pencemaran Pantai Buyat itu begitu dramatis. Hasil penelitian berbeda-beda dari lembaga berbeda-beda. Ada kubu penelitian atas prakarsa pemerintah yang ditandingi hasil penelitian atas prakarsa Newmont. Tapi pemerintah juga ambigu, malah berbalik membela Newmont. Akhirnya pengadilan memilih hasil penelitian yang dibiayai Newmont - yang sebenarnya kontroversial itu - dan menyatakan Teluk Buyat tidak tercemar, Newmont tidak bersalah. Baik PT NMR maupun Richard dibebaskan dari seluruh dakwaan.

DASAR PERTIMBANGAN PUTUSAN
Pemerintah
            Warga Dusun Buyat Pante, Bolaang Mongondow mengalami gangguan kesehatan diantaranya penyakit kulit (gatal-gatal), kejang-kejang, benjol-benjol, dan lumpuh selama beberapa bulan.
            Pemerintah dalam gugatannya menyatakan NMR telah melakukan pembuangan limbah tailing tanpa izin dari Menteri Lingkungan Hidup sebagaimana disyaratkan pasal 18 ayat (1) PP No. 19 / 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, terhitung sejak Pebruari 2001. Berdasarkan hasil evaluasi laporan pelaksanaan Rencana Kelola Lingkungan/Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) yang dilakukan Menteri Lingkungan Hidup pada triwulan III/2000 dan triwulan I, III dan IV/2001, serta triwulan I/2002 ditemukan fakta pelanggaran oleh NMR terhadap syarat mutu limbah yang dibuang ke media lingkungan hidup berdasarkan Surat Menteri Lingkungan Hidup No. B-1456/BAPEDAL/07/2000. Mengenai detoksifikasi, tailing NMR sebelum dibuang ke laut juga mengandung logam berat (As, Fe, Cu, dan CN) di atas standar yang diizinkan menurut Surat Menteri Lingkungan Hidup No. B-1456/BAPEDAL/07/2000 tersebut.
Pihak Newmont
                PT. NMR menyangkal tailing sebagai sumber pencemaran dan menuding tambang rakyat di Sungai Totok sebagai sumber pencemaran.
            Hasil penelitian CSIRO ini menegaskan hasil penelitian WHO dan National Institute for Minamata Disease (yang dikeluarkan pada 4 Oktober 2004) dan laporan penelitian Tim Terpadu Pemerintah Indonesia (yang dikeluarkan pada 19 Oktober) menyimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran di perairan Teluk Buyat. (Unofficial Transcript of the Ruling Read Out in Manado Court on 24-April-2007, dari Richardness.org; sesuai dengan Sukanda Husin (2009).

ANALISIS
                Kasus Newmont ini merupakan salah-satu dari sekian banyak bentuk kejahatan korporasi atau corporate crime yang terjadi di Indonesia. Sudah banyak bukti yang menunjukan bahwa Multi National Corpration (MNC) hanya memikirkan keuntungan semata, tanpa memperdulikan lingkungan dan penduduk disekitarnya. Kebijakan investasi pemerintah yang memberikan konsesi pada investor asing untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia ternyata bukan hanya menghasilkan devisa bagi negara, tetapi juga sebaliknya telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan membawa masalah kesehatan bagi penduduk di sekitarnya. Karena itu pemerintah perlu segera merumuskan ketentuan perundangan yang terkait dengan kejahatan korporasi baik yang akan membawa dampak pada keselamatan hidup manusia maupun sistem lingkungan, agar terdapat kepastian hukum jika terjadi kasus serupa. Dengan demikian maka pemerintah Indonesia dapat lebih berhati-hati lagi dalam memberikan konsesi pada perusahaan asing yang hendak mengeksploitasi kekayaan alam di Indonesia. Kasus Newmont ini dapat dijadikan pelajaran berharga, yang dapat dimanfaatkan dalam mencegah dan/atau meminimisasi dampak negatif sekaligus memaksimalkan dampak positif dari aktifitas perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia.
            Berkaca dari kasus Newmont ini juga menunjukan masih lemahnya posisi negara ketika berhadapan dengan korporasi asing yang mendapatkan sokongan politik dari pemerintahan di negara asalnya ketika menghadapi sengketa di negara tempat eksplorasinya. Dalam kasus ini intervensi kekuasaan asing sangat tampak dengan adanya lobi-lobi yang dilakukan Dubes AS untuk menggagalkan proses hukum yang dilakukan terhadap PT. NMR dan Presiden Direkturnya, yang akhirnya dimenangkan pengadilan.
            Kita dapat melihat hukum lingkungan telah dijadikan untuk membunuh ekologi itu sendiri. Akibatnya rakyat yang menjadi korban telah kehilangan tanah mereka dan kesehatan mereka. Di tahun 2008 Yayasan Nurani menemukan angka kematian warga Desa Buyat Pante, Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Utara, meningkat 100% sejak tahun 2001. Angka kematian tersebut secara medis tak lain akibat limbah merkuri maupun zat-zat logam berat berbahaya lainnya. Buyat Pante berada dalam radius ratusan meter dari lokasi penempatan limbah (tailing) Newmont Minahasa Raya yang sudah berhenti beroperasi (Gatra.com/29/11/2008).
            Kasus racun Newmont ini jauh lebih mengerikan daripada bom-bom yang meledak di Jakarta sejak era reformasi ini. Ini adalah SuperBom Newmont yang dilemparkan kepada ekosistem yang terdapat hunian rakyat Indonesia demi kekayaan emas. Sungguh aneh, kita ini pemilik kekayaan emas tapi diambil orang asing dan kita justru menderita. Kekayaan negara ini malah membawa rakyatnya nestapa. Ini sangat tidak masuk akal.
            Jika kita sebagai rakyat mempunyai kesadaran bersama untuk menolak sesuatu yang dapat membahayakan kehidupan kita, termasuk eksploitasi sumber daya alam di sekitar kita yang destruktif, mungkin kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi. Kita berhak menegakkan hukum kita, jika para penegak hukum formal itu mengkhianati negara dengan cara melegalkan pembunuhan ekologis dan menjadi pelaku korporasi. 

Perbandingan UU No. 4 Tahun 1982, UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009

 
No
Bahan Perbandingan
UU No. 4 Tahun 1982
UU No.23 tahun 1997
UU No.32 Tahun 2009
1.


Isi
8 Bab dengan 24 pasal



11 Bab dengan 52 pasal
17 Bab dengan 127 pasal
2.
Asas
Pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan
yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan
bagi peningkatan kesejahteraan manusia. 









a.    asas tanggung jawab negara,
b.    asas berkelanjutan, dan
c.    asas manfaat
a.    tanggung jawab negara;
b.    kelestarian dan keberlanjutan:
c.     keserasian dan keseimbangan;
d.    keterpaduan;
e.    manfaat;
f.     kehati-hatian;
g.    keadilan;
h.    ekoregion;
i.      keanekaragaman hayati;
j.      pencemar membayar;
k.    partisipatif;
l.      kearifan lokal;
m.   tata kelola pemerintahan yang baik.
n.    otonomi daerah.
3.
Ruang Lingkup

meliputi ruang, tempat Negara Republik Indonesia melaksanakan
kedaulatan, hak berdaulat, serta yuridiksinya.



meliputi ruang, tempat Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berWawasan Nusantara dalam
melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
meliputi:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan; dan
f. penegakan hukum.
4.
Tujuan
a. tercapainya keselarasan hubungan antar manusia dengan lingkungan
hidup sebagi tujuan membangun manusia indonesia seutuhnya.
b. terkendalinya pemnfaatan sumber daya secara bijaksana ;
c. terwujudnya manusia indonesia sebagai pembina lingkungan hidup;
d. terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kpentingan
generasi sekarang dan mendatang;
e. terlindunginya negara terhadap dampak kegiatan diluar wilayah negara
yang mnyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup
dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan lingkungan hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa
kini dan generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi
manusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana;
i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.
5.
Upaya pengendalian lingkungan hidup
Belum diatur



Belum diatur secara jelas dan terpisah
Diatur dalam BAB V tentang pengendalian.
6.
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan (pasal 17)




Diatur dengan peraturan pemerintah (pasal 14)
Meliputi KLHS, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dll
7.
Unsur-unsur Pengelolaan lingkungan hidup.
Unsur pengelolaan lingkungan hidup tercantum dalam pasal 1 ayat 1-14
















Penambahan unsur pelestarian lingkungan hidup, pelestarian daya dukung lingkungan hidup, daya tamping lingkungan hidup, pelestarian daya tamping lingkungan hidup, kriteria aku kerusakan lingkungan hidup, limbah, bahan berbahaya dan beracun, limbah bhan berbahaya dan beracun, sengketa lingkungan, dan orang
Penambahan unsur antara lain Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Upaya pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, Pencemaran Lingkungan Hidup, Kerusakan Lingkungan Hidup, Perubahan iklim, Pngelolaan Limah b3,  Dumping (pembuangan), dll
8.
Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian
Tidak diatur





kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal
dokumen amdal akan dinilai oleh komisi penilai yang dibentuk oleh menteri, gubernur/walikota
9.
Pendayagunaan pendekatan ekosistem
Tidak ada penetapan wilayah ekoregion

tidak ada penetapan wilayah ekoregion
Ada wilayah ekoregion
10.
Denda Pidana
Denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)


Denda paling banyak sebesar Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
Denda paling banyak Rp 15. 000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah)
11.
Kewenangan Pusat dan daerah
Tidak disebutkan dengan jelas tugas dan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah (bab v tentang kelembagaan)

Tidak terlalu detail dijelaskan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah (bab IV ttg Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup)
Pembagian tugas dan kewenangan jelas dalam pasal 63-64 (bab IX ttg Tugas dan wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah).
12.
Pelestarian daya dukung dan Daya tampung Lingkungan
Tidak dibahas sama sekali ttg pelestarian daya dukung dan daya tamping lingkungan, hanya pengertian daya dukung lingkungan.
Dalam ketentuan umum di jelaskan mengenai pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Tidak di jelaskan mengenai pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan.
13.
Pengertian AMDAL
Analisis mengenai dampak lingkungan adalah hasil studi mengenai dampak
sesuatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan






 Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
14.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Tidak ada
















Tidak ada.
Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS,adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
15.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup
Tidak ada





Tidak ada.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
16.
Pengertian Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup,
zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses
alam, sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak berfungsi
lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
17.
Pengertian Audit Lingkungan Hidup
Tidak ada


























Audit lingkungan hidup adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan/atau kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan;Tidak ada ketentuan khusus terhadap perusahaan yang melakukan usaha berresiko tinggi.
Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup. Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan tertentu yang berisiko tinggi dilakukan secara berkala.
18.
Baku mutu lingkungan hidup
Baku mutu lingkungan adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
adanya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup
Disebut secara singkat.
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber
daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup.
19.
Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Tidak ada
















Tidak ada.
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup. meliputi:
a.    pengkajian risiko;
b.    pengelolaan risiko; dan/atau
c.    komunikasi risiko.
20.
Kewajiban orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
Tidak Ada




















Tidak ada
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
21.
Pemeliharaan lingkungan hidup
Tidak ada







Tidak ada.
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfe.
22.
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Tidak ada



























1.    Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
2.     Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.
3.    Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
1.    Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
a)    Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.(2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.(3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
23.
Sistem informasi
Tidak diatur














Tidak diatur.
Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.serta wajib di publikasikan kepada masyarakat.
24.
Peran serta masyarakat
Tidak Diatur







Peran serta masyarakat:
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
d.memberikan saran pendapat;
e. menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.
Peran masyarakat dapat berupa:
a. pengawasan sosial;
b. pemberian saran, pendapat, usul,
keberatan, pengaduan; dan/atau
c. penyampaian informasi dan/atau
laporan.

25.
Kewenangan Kepala Daerah
Tidak ada






Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang.
Kepala daerah berwenang untuk mencabut izin usaha dan/ atau kegiatan.
26.
hak gugat pemerintah dan pemerintah daerah.
Tidak di atur









Tidak di atur
Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup. (psl 90)
27.
penyidik terpadu
Tidak di atur











Tidak di atur
Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan hukum terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri.
28.
Alat bukti.
Tidak diatur










Tidak di atur
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas:
a.    keterangan saksi;
b.    keterangan ahli;
c.    surat;
d.    petunjuk;
e.    keterangan terdakwa; dan/atau
f.     alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
29.
Sanksi pidana
Sanksi pidana yang diterapkan dalam undang-undang ini sangat jauh dari nilai uang yang telah berkembang pada saat ini, jumlah denda yang diberikan juga sangatlah rendah. Denda yang diancam dalam undang-undang ini bekisar antara jutaan rupiah hingga seratus juta rupiah.



Secara keseluruhan sanksi pidana yang di terapkan dalam undang-undang ini telah tertinggal serta tidak lagi sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia saat ini.secara umum,denda yang di ancamkan dalam undang-undang ini berkisar antara puluhan juta hingga ratusan juta rupiah.
Sanksi pidana yang di atur dalam undang-undang ini secara keseluruhan lebih berat di banding. Secara umum denda yang di ancamkan dalam undang-undang ini berkisar antara ratusan juta rupiah sampai puluhan miliar rupiah.


Undang-undang diatas menjelaskan tentang pengelolaan lingkungan hidup yang mana, dari tahun ke tahun yaitu Tahun 1982 ke 1997 hingga Tahun 2009 mengalami perubahan yang cukup besar dan kompleks. Peraturan sebelumnya yaitu UU No.4 Tahun 1982 dan UU No. 23 Tahun 1997 memiliki kekurangan yang amat signifikan karena tidak adanya unsur hukum didalamnya yang menindaklajuti/menegaskan semua pihak untuk tetap mematuhi Peraturan Perundang-undangan dari Pemerintah. Sedangkan Kelebihan dari UU No.32 Tahun 2009 adalah menjelaskan instrument-instrumen yang mendukung dalam pelaksanaan pengelolaan itu sendiri, serta adanya unsur hukum untuk pengawasan dan penegakan hukum berkenaan dengan masalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Dari beberapa hal yang diperluas tersebut maka UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mengalami perkembangan untuk mekonversikan berbagai maslah yang semakin kompleks terkait dengan lingkungan yang mana nantinya perkembangan ini dapat menjamin suatu kepastian hukum terhadap lingkungan hidup.
UU No.32 Tahun 2009 adalah “penyempurna” UU No.23 Tahun 1997 dan UU no. 4 Tahun 1982. “Penyempurnaan” terhadap UU No.23 Tahun 1997 diperjelas pada Penjelasan UU No.32 Tahun 2009   point ke-8 yang berbunyi, ‘selain itu, undang-undang ini juga mengatur Beberapa point penting antara lain:
1.      Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
2.      Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
3.      Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
4.      Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
5.      Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
6.      Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
7.      Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
8.      Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
9.      Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
10.  Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan
11.  Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.

      Perbedaan yang paling mendasar dari UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan pada UU terbaru ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi,partisipasi, akuntabilitas dan keadilan. Bentuk penguatan tersebut dilihat dari:
1.      Penerapan ancaman pidana minimum disamping ancaman hukuman maksimum.
2.      Perluasan alat bukti.
3.      Penerapan asas Ultimum Remedium. Pada UU No. 4 Tahun 1982 tidak ada asas yang mengatur dalam penegakkan hukumnya. Sedangkan dijelaskan Pada UU No 23 Tahun 1997 dikenal konsep asas Subsidiaritas yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sangsi bidang hukum lain,seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata,dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat.Sedangkan pada asas ultimum remedium dikatakan bahwa  mewajibkan penerapan penegakkan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum admnistrasi dianggap tidak berhasil.Kaitan dengan hal ini,terlihat jelas bahwa pada UU No 23 Tahun 1997 memiliki berbagai macam rintangan guna mencapai kepada penegakan hukum secara pidana,akan tetapi hal ini di persempit ruang geraknya melalui penerapan asas Ultimum Remedium pada UU No 32 tahun 2009, sehingga diharapkan dengan keluarnya UU No 32 Tahun 2009 ini bentuk pelanggaran pidana terhadap pencemaran dan perusakan Lingkungan Hidup dapat ditegakan dengan seadil-adilnya.
Hal-hal baru mengenai AMDAL yang juga termuat pada undang-undang terbaru ini antara lain:
1.      AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2.      Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;
3.      Komisi penilai AMDAL pusat,Provinsi,maupun Kab/Kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
4.      AMDAL dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin lingkungan;
5.      Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,Gubenur,Bupati/Walokota sesuai kewenangannya.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas,ada pengaturan yang tegas dan tercantum dalam UU No 32 Tahun 2009 ini ,yaitu dikenakannya sanksi pidana dan sanksi perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL.Hal-hal yang terkait dengan sanksi tersebut berupa :
1.      Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
2.      Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi;
3.      Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAL atau UPL/UKL


Search