Choose the categories.!

Monday 9 July 2012

SOAL UAS HTLN

1.                  Perbedaan proses pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden sebelum perubahan UUD 1945 dan sesudah perubahan UUD 1945
Proses Pemberhentian Presiden/ Wakil Presiden menurut UUD 1945
Sebelum Amandemen
UUD 1945 sebelum perubahan jelas tidak mem­berikan atu­ran ter­perinci mengenai pemakzulan presiden. Satu-satunya keten­tuan implisit mengatur ke­mung­kinan pemberhentian presiden di tengah masa jaba­tannya ada pada Pasal 8 UUD 1945 yang berbunyi: “Jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewa­ji­ban­nya dalam masa jabatannya ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa jaba­tannya.” Yang hanya mengatur mengenai penggantian kekuasaan dari presiden kepada wakil presiden.
Tidak adanya pengaturan mengenai alasan dan mekanisme impeachment tersebut menyebabkan terjadinya kekosongan konstitusi (constitutionale vacuum) mengenai hal tersebut dalam UUD 1945.
Dalam Penjelasan UUD 1945 angka VII Alinea ketiga, ditentukan: “Jika De­wan menganggap bahwa Presiden sungguh me­lang­gar haluan nega­ra yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Maje­lis Permu­sya­waratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa memin­ta pertanggungan jawab Presiden.” Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Si­dang Istimewa ini diatur dalam Ketetapan MPR No. III Tahun 1978 Jo. Ketetapan MPR No. VII Tahun 1973.
Impeachment tersebut dilakukan dengan cara yang relatif mudah. Bila DPR berpendapat bahwa Presiden telah melanggar Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau mengambil sikap politik yang berlawanan dengan sikap politik DPR, DPR dapat mengundang MPR untuk melakukan Sidang Istimewa (SI) untuk membicarakan impeachment presiden. Bila MPR setuju, presiden harus berhenti.
Akan tetapi, tidak ada aturan di bagian manapun dalam UUD 1945 yang secara eksplisit menyebutkan bahwa konsekwensi dari sidang istimewa adalah pemberhetian Presiden. Dasar alasan pemberhentian ini, menurut pendapat beberapa ahli hukum tata negara mengandung pengertian Presiden diberhentikan karena adanya alasan politik bukan yuridis.
Sesudah Amandemen
Pasal 7A UUD 1945 menyatakan: “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”. Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945 ini merupakan payung konstitusional bagi alasan pemberhentian Presiden,
Dari ketentuan tersebut nyatalah bahwa Presiden atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamaan. Di samping itu pasal tersebut mengatur secara limitatif jenis pelanggaran apa yang dapat menyebabkan seorang Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimakzulkan. Keberadaan Pasal 7A bertujuan untuk menghilangkan multitafsir dalam pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden.
            Prosedur pemberhentian Presiden melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Konstitusi dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagaimana diatur di dalam Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan : “…………………….”
Setelah amandemen, proses pemakzulan harus melewati tahapan yang lebih panjang, yakni dengan adanya lembaga peradilan khusus ketatanegaraan yang namanya “Mahkamah Konsitusi”, lembaga mana tidak terdapat dalam ketentuan UUD 1945 sebelum diamandemen. Dengan adanya MK di maksud, menunjukkan bahwa di Indonesia dalam perkara pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden menganut sistem campuran, yaitu sistem “impeachment” dan “forum previlegiatum”.

2.                  a. Apabila MPR bukan dijadikan institusi tersendiri, tetapi hanya badan “ad-hoc” yang baru aktif manakala DPR dan DPD melakukan “joint session” maka konsekuensinya adalah:
MPR tidak mempunyai pimpinan sendiri dan lembaga ini tidak ada bila tidak ada sidang gabungan tersebut. Struktur ketatanegaraan Republik Indonesia yang baru, MPR di samping tidak lagi mempunyai kedudukan sebagai lembaga tertinggi, juga tidak lagi bersifat permanen. MPR pada hakikatnya tetap dapat disebut sebagai institusi atau lembaga, tetapi sifat tugasnya tidak lagi permanen dan sifat kegiatannya tidak lagi terus menerus atau rutin. Kegiatan MPR yang bersifat rutin hanya satu yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden setiap lima tahun sekali. Sedangkan kegiatan lainnya terkait dengan tugas dan kewenangan yang tidak terjadwal secara rutin.
Jika MPR tidak lagi bersifat rutin atau permanen, sudah seyogyanya MPR tidak memerlukan alat-alat kelengkapan yang bersifat permanen. Misalnya, MPR tidak memerlukan Badan Pekerja yang bersifat tetap, dan juga MPR tidak memerlukan perangkat Sekretariat Jenderal yang tetap. Demikian pula dengan organ Pimpinan MPR yang bersifat permanen juga tidak lagi diperlukan.
Struktur yang tidak permanen ini juga berpengaruh pada beban anggaran yang tidak terlalu membebani APBN (penghematan).
Dengan demikan Indonesia menganut sistem bicameral penuh atau murni di Parlemen kita, tinggal DPR dan DPD saja. MPR dibubarkan dan dianggap sebagai joint session setiap 5 tahun sekali saja.
Konsekuensi lain yang akan terjadi apabila perubahan terhadap kelembagaan MPR adalah  juga akan bersinggungan dengan lembaga lain, misalnya hubungan antara MPR dengan Presiden dan Wakil Presiden; MPR dengan DPD; MPR dengan DPD dan DPR.

b.  Bila hal di atas terjadi, maka resiko terhadap kedudukan DPR dan DPD serta rumusan UUD 1945 sendiri adalah
DPD menjadi  kamar baru di dalam UUD 1945 hasil amandemen. Kedua kamar yang ada yaitu DPR dan DPD mempunyai wewenang konstitusional yang berbeda. DPR mempunyai wewenang yang lebih besar daripada DPD.
Dengan sistem dua kamar, sesungguhnya, DPR mewakili rakyat melalui partai, DPD mewakili daerah melalui individu. DPR adalah perwakilan politik, DPD adalah perwakilan ruang.
Peran dan fungsi MPR yang mewakili kekuasaan Negara berubah menjadi majelis permusyawaratan DPR dan DPD, yang mewakili kepentingan Rakyat. Sedangkan Kedudukan DPR dan DPD masih tetap sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya.
Dengan kejadian tersebut, Indonesia jelas menganut weak bicameralism. Alasannya adalah wewenang konstitusional antara DPR dan DPD itu berbeda. DPR mempunyai wewenang yang lebih besar daripada DPD. Selain itu, DPD merupakan wakil dari utusan daerah. Sedangkan seluruh persidangan joint session akan dipimpin secara bergantian oleh pimpinan DPR dan DPD.
UUD 1945 sendiri juga tidak mengamanatkan MPR dibentuk sebagai lembaga permanen. Oleh karena itu untuk mengubah posisi MPR tidak memerlukan amandemen melainkan cukup hanya merubah UU Susduk (UU Susunan dan Kedudukan) MPR, DPR, DPD dan DPRD saja.

c. Jika DPR dan DPD setara, seperti halnya fungsi badan di Amerika Serikat, konsekuensi logis terhadap wewenang MK untuk menguji produk hukum MPR (yang bukan UUD) adalah:
Dengan setaranya fungsi DPR dan DPD berarti Indonesia menganut sistem strong bicameral seperti Amerika Serikat yang hanya mengganggap berlakunya dua kamar yaitu DPR dan DPD yang mempunyai fungsi yang sama. Dengan demikian secara konstitusional MPR tak bisa lagi menerbitkan produk hukumya yang dalam hal ini adalah TAP MPR. MPR secara konstitusional tidak lagi memiliki kewenangan untuk membuat instrumen hukum yang bersifat mengatur (regelling) karena kedudukan MPR dalam hal  ini hanya sebagai badan ad hoc saja.
Dengan demikan, MK tidak mempunyai konsekuensi terhadap hal ini. Sedangkan terhadap produk hukumnya yang sudah berlaku berupa Ketetapan MPR dapat dilakukan pengujian oleh lembaga Negara lainnya yang berwenang sebagai pengawal konstitusi, dalam hal ini adalah MK.
Pengujian UU terhadap TAP MPR/S oleh Mahkamah Konstitusi karena mahkamah konstitusi merupakan lembaga tempat pengujian UU terhadap UUD (pasal 23 UUD 1945) karena TAP MPR dan UUD 1945 bisa dianggap setingkat karena dibuat oleh lembaga yang sama maka pengujian UU terhadap TAP MPR/S juga melalui Mahkamah Konstitusi.


No comments:

Post a Comment

Search